Pada
Selasa (25/4/2017), Ketua Umum Partai Persatuan Indonesia (Perindo),
Hary Tanoesoedibjo, lewat kuasa hukumnya melaporkan
media online tirto.id dengan tuduhan melakukan fitnah dan
pencemaran nama baik ke Kepolisian Daerah Metro Jaya. Laporan
tersebut
diterima Polda Metro Jaya dengan kasus dugaan pencemaran nama baik melalui
media elektronik, dan diancam dengan Pasal 310 KUHAP atau Pasal 311
KUHP dan atau Pasal 27 Ayat 3 Jo Pasal 45 A Ayat 2 UU RI Nomor 19 Tahun 2016
tentang ITE. Selain Ketum Perindo, Kapuspen TNI
Mayjen Wuryanto juga menyatakan TNI mempertimbangkan untuk melaporkan hal yang sama ke polisi. Namun belakangan Jenderal
Gatot Nurmantyo menegaskan laporan itu tak akan dilakukan. Asep Komarudin, perwakilan Lembaga Bantuan
Hukum (LBH) Pers menilai bahwa tindakan pelaporan pidana terhadap pemberitaan tirto.id oleh Hary Tanoesoedibjo melalui
kuasa hukumnya tidak tepat, karena sebagaimana dalam UU Pers bahwa
pekerjaan media dilindungi oleh UU Nomor 40 tahun 1999 tentang Pers. Selain itu
juga persoalan pemberitaan seharusnya terbebas dari ancaman pemidanaan, karena jika ada keberatan terkait pemberitaan maka
seharusnya langkah yang harus diambil oleh Hary Tanoe adalah mengajukan hak
jawab atau hak koreksi atau mengadukannya kepada Dewan Pers.
Koalisi pelindung kebebasan pers pun mendorong Mabes TNI dan pihak-pihak lain yang merasa
dirugikan oleh tulisan di media tirto.id, menempuh
jalur sengketa pers yang akan dimediasi oleh Dewan Pers dan bukan menggunakan
pasal defamasi di dalam UU ITE.
Selain itu, Hary Tanoesoedibjo diharapkan
mencabut aduannya pada media tirto.id dan mendorong
penyelesaian melalui mekanisme Dewan Pers karena pekerjaan jurnalistik telah
dilindungi oleh UU Pers. Begitu pula dengan Mabes TNI dan pihak-pihak yang merasa
dirugikan oleh tulisan di tirto.id untuk menempuh
cara penyelesaian melalui mekanisme Dewan Pers, daripada menggunakan pasal
defamasi di UU ITE yang anti-demokrasi.
0 komentar:
Posting Komentar